Sunday, October 9, 2016

Dakwah Lewat Tulisan Bagi Remaja

REMAJA DAKWAH LEWAT TULISAN

Segala Puji bagi Allah yang maha pengasih dan maha penyayang yang tidak

pilih kasih dan tidak pilih sayang, pencurahan segala nikmat dan taufiq serta

inayah-Nya
Dakwah merupakan bagian yang sangat penting di dalam Islam, karena berkembang tidaknya ajaran agama Islam dalam kehidupan masyarakat merupakan aktifitas dari berhasil tidaknya dakwah yang dilaksanakan, sebagai ajaran yang menuntut penyampaian dan penyebaran. Setiap muslim senantiasa berada dalam kisaran fungsi dan misi risalah melalui media dakwah, baik ke dalam maupun ke luar lingkungan umat Islam, dengan memperhatikan akidah, akhlak, dan ketentuan lainya yang intinya sesuai dengan konsep Islam ( Saefudin, 1996 : 1 ).

 

Dakwah menurut istilah mengandung beberapa arti yang beragam.

Banyak para ahli ilmu dakwah memberikan definisi menurut versi sudut

pandang yang berbeda. Meskipun demikian akan lebih terasa kalau

semuanya itu saling melengkapi. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan

diuraikan beberapa devinisi dakwah :

 

Amrullah Ahmad berpendapat sebagai berikut :

 

“Dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman

dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur utuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak

manusia pada dataran kenyataan indifidual dan sosio cultural dalam mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tersebut ( amrullah, 1984: 2)”

 

Dalam proses dakwah perlu menggunakan metode, namun metode tersebut harus disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Untuk itu dipertimbangkan metode yang akan digunakan dan cara penerapannya, karena sukses dan tidaknya suatu program dakwah sering dinilai dari segi metode yang dipergunakan. Hal ini disebabkan masalah yang dihadapi oleh dakwah semakin berkembang dan kompleks, sehingga metode yang berhasil di suatu tempat tidak dapat dijadikan tolak ukur daerah lain ( Abdullah, 1993 : 1 ).

 

Secara umum Allah telah memberikan pedoman tentang dasar

metode dakwah, sebagaimana tercantum dalam Al Qur‟an surat An – Nahl

ayat 125 :

Artinya : “ Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka

dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia – lah

yang lebih mengetahui tentang siapa tersesat dari jalan –

Nya dan Dia – lah yang lebih mengetahui orang – orang

yang mendapat petunjuk “ (Departemen Agama RI, 2005: 282).

 

Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al Qur‟an surat An – Nahl ayat 125 maka jelaslah bahwa dakwah Islam tidak mengharuskan secepatnya berhasil dengan satu cara atau metode saja, namun berbagai cara dapat dilakukan sesuai objek dakwah dan kemampuan masing– masing pelaksanaan dakwah atau pimpinan dakwah.

Materi dakwah maupun metodenya yang tidak tepat, sering

memberikan gambaran ( image ) dan persepsi yang keliru tentang Islam.

Demikian pula kesalahpahaman tentang makna dakwah, menyebabkan

kesalahlangkahan dalam operasional dakwah. Sehingga dakwah sering

tidak membawa perubahan apa – apa, padahal tujuan dakwah adalah untuk

mengubah masyarakat sasaran dakwah ke arah kehidupan yang lebih baik

dan lebih sejahtera, lahiriah maupun batiniah ( Hafiduddin, 1998 : 67 ).
Pengertian Dakwah

a. Arti Dakwah Menurut Bahasa (Etimologi)

Ditinjau dari segi etimologi, dakwah berasal dari bahasa arab,

terambil dari akar kata da‟a ( دػا ), mempunyai arti seruan, himbauan

atau panggilan (Yunan, 1998 : 199). Dalam kamus Marbawi, dakwah

mempunyai arti seperti دػوة (ajak, mengutuk, menyumpah) دػوة

(dakwah) دػوة (panggilan kenduri, menjemput makan)

b. Arti Dakwah Menurut Istilah (Terminologi)

Dakwah menurut istilah mengandung beberapa arti yang

beraneka ragam. Banyak ahli ilmu dakwah dalam memberikan

pengertian atau definisi terhadap istilah dakwah terdapat beraneka

ragam pendapat. Hal ini tergantung pada sudut pandang mereka di

dalam memberikan pengertian kepada istilah tersebut. Sehingga antara

definisi menurut ahli yang satu dengan lainnya senantiasa teerdapat

perbedaan dan kesamaan.

Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan disajikan beberapa definisi dakwah sebagai berikut :

1) Menurut Munir Mulkhan dalam bukunya “Ideologisasi Gerakan

Dakwah” bahwa dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan

menyampaikan kepada perorangan dan seluruh umat manusia

dalam hal konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup

manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma‟ruf nahi munkar

dengan berbagai macam cara dan media yang di perbolehkan

akhlaq dan membimbing pengalamanya dalam perikehidupan

bermasyarakat dan perikehidupan bernegara (Mulkhan, 1996 : 52).

2) Muhammad Al-Bayevold dalam bukunya “Islam Agama Dakwah

Bukan Revolusi“ menyatakan bahwa dakwah adalah perubahan

sosial menuju masyarakat idaman, meninggalkan sikap egoistis dan

kecenderungan materialis menuju ke arah kebersamaan dan

kemaslahatan untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.

3) Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya “Dasar-Dasar Strategi

Dakwah” memberikan pengertian dakwah dari dua segi atau dua

sudut pandang, yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan

dan pengembangan. Pengertian dakwah yang bersifat pembinaan

adalah suatu usaha mempertahankan, melestarikan dan

menyempurnakan umat manusia yang hidup bahagia di dunia

maupun di akhirat. Sedangkan pengertian dakwah yang bersifat

pengembangan adalah usaha mengajak umat manusia yang belum

beriman kepada Allah SWT, agar mentaati Syariat Islam (memeluk

Islam) supaya nantinya dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia

dan akhirat (Asmuni, 2000: 20 ).

Dari beberapa definisi dakwah di atas dapat disimpulkan bahwa

dakwah adalah usaha untuk mengajak kepada seluruh umat manusia

dengan menyampaikan ajaran Islam agar tercapai perubahan ke arah

yang lebih baik, sehingga ahirnya dapat mencapai kebahagiaan di dunia

maupun akhirat.

Tidak diragukan lagi, kiprah para remaja hari ini merupakan tonggak perubahan yang sangat   berpengaruh di masa mendatang. Posisi mereka yang begitu urgen sebagai Agent of Change bukan sekedar doktrin fiktif belaka. Namun dalam realitanya para remaja benar-benar menjadi pembawa perubahan besar bagi masa depan. Karenanya, pantaslah pepatah arab mengatakan,

شَبَابُ اليَومِ رِجالُ الغَدِ
 “Pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari”
Dari label yang mereka miliki sebagai “Pembawa Perubahan” kita bisa membaca bahwa mentarbiyah dan mendakwahi para remaja merupakan sebuah tugas yang tidak boleh dipandang sebelah mata oleh aktifis dakwah. Jika pemuda sekarang adalah potret masa depan, lantas bagaimana jadinya masa depan bangsa dan agama ini jika mereka tidak mengenal dakwah..?
Selanjutnya sebagai bahan renungan kita pantas bertanya, seberapa banyak remaja saat ini yang sibuk dengan masjid jika dibandingkan dengan mereka yang sibuk dengan hura-hura dan jalan raya?  Tidak perlu dijawab dengan hitungan nominal, cukup perbandingan kasar saja, mana yang lebih banyak?
Saya kira jawaban kita akan sama. Ya.., itulah hasil hitungan kasar dakwah kita terhadap remaja saat ini. Cukuplah jawaban ini memaksa hati kita untuk prihatin dan seharusnya menggugah kita untuk tidak memandang mereka sebelah mata agar eksistensi dakwah masa depan tetap berlangsung.
Lantas, bagaimana kita menggaet mereka? Metode apa yang pantas untuk mendakwahi mereka? Insyaallah akan kita bahas dalam poin-poin berikut ini...

      METODE PALING TEPAT, ADAKAH..?
Boleh saja anda mengatakan, “Tidak ada metode yang paling tepat secara mutlak untuk mendakwahi remaja yang bisa diterapkan di segala kondisi.”
Pernyataan ini cukup logis, sebab dalam kenyataannya dinamika remaja senantiasa berubah sesuai dengan perubahan waktu, tempat, kultur dan lain sebagainya. Hal ini tentunya- menuntut penyesuaian metode juga, karena bisa jadi suatu metode sesuai untuk berdakwah di sebagian kondisi namun tidak layak di sebagian yang lain,… dan begitu seterusnya.
Kendati demikian,  hal ini tidak menutup kemungkinan untuk mencari metode yang sesuai dalam sebagian besar kondisi remaja, meskipun tidak dikatakan sesuai dalam segala kondisi. 
Salah satu metode dakwah yang cukup efektif untuk menggaet para remaja adalah metode diskusi dengan pendekatan emosi yang bisa mengimbangi dinamika psikologi mereka.
Alasannya cukup logis,

Pertama; Masa remaja merupakan masa transisi dari usia kanak-kanak menuju kematangan psikologi dewasa. Dalam rentang waktu ini mereka lebih cenderung aktif dan cenderung mencari jati diri. Sifat pemberani, sensitif, irasional, aktif dan mengedepankan ego merupakan salah satu ciri yang biasa menonjol pada mereka. Sifat ini tentunya akan mudah terkendali dengan jalur diskusi interaktif. Baik itu diskusi dalam forum formal maupun diskusi secara individu yang tentunya bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Di warung, di perempatan jalan, di masjid atau di mana saja kita berada.

Kedua; Secara syariat praktis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering kali mempraktekkan metode ini. Sebagai contohnya silakan simak hadis berikut,

Suatu ketika datang seorang pemuda menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, ijinkan saya berzina!”
Kemudian beliau mengatakan, “Mendekatlah kemari.” Setelah dia duduk dan mendekat kepada nabi shallalahu ‘alaihi wasallam, beliau bertanya, “Kamu rela tidak, jika ibumu dizinahi orang lain?” Dia menjawa, “Tidak.” Nabipun bertanya lagi, “Kamu rela saudarimu dizinahi orang lain?” Kembali dia menjawab, “Tidak.” Nabi bertanya lagi, “Kamu rela  bibimu dizinahi orang lain?” Lagi-lagi dia menjawab, “Tidak.”
Kemudian Rasulullah mengatakan, “Demikian juga orang lain, mereka tidak rela jika ibunya, saudarinya dan bibinya dizinahi orang lain.”
Selanjutnya nabi meletakkan tangannya di atas tubuh sang pemuda seraya berdoa, “Ya Allah, ampunkan dosanya, jernihkan hatinya serta jaga kehormatannnya.” Maka semenjak saat itu sang pemuda tidak pernah berkeinginan lagi untuk berzina. [HR. Ahmad: 5/256]

      PELAJARAN HADIS TERKAIT METODE DAKWAH REMAJA
Ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari hadis di atas terkait dengan metode dakwah kepada remaja, di antaranya;          
Pertama; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih metode diskusi dalam menghadapi kawula muda, sebab mereka bukan lagi anak-anak yang hanya tahu hitam-putih, akan tetapi sekarang mereka juga sudah tahu abu-abu. Mereka sudah bisa diajak berpikir. Justru dengan mendikte mereka sama artinya memancing mereka untuk bersikap frontal.
Dengan mengajak mereka berdiskusi tentang agama berarti mengajak mereka untuk menyalurkan kemampuan berpikirnya dalam mencari kebenaran. Dari sinilah mereka akan merasakan kepuasan, sebab seakan mereka mendapatkan taufiq dari Allah melalui pemikiran dan usaha yang telah mereka kerahkan.
Kedua; Metode pendekatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang luar biasa. Hal ini bisa kita saksikan dari berbagai sikap nabi, di antaranya;
1. Beliau tidak serta merta menjawab pertanyaannya, melainkan beliau berusaha semaksimal mungkin untuk menyamakan level terlebih dahulu. Buktinya beliau menyuruh sang pemuda untuk duduk setara, bahkan sangat dekat dengan nabi shallallahhu ‘alaihi wasallam. Lebih dari itu rasulullah meletakkan tangannya di atas tubuh sang pemuda sebagai bahasa tubuh yang mengisyaratkan keakraban.
Silakan anda bayangkan, tidak perlu muluk-muluk, bayangkan saja jika anda diperlakukan seperti itu oleh bapak presiden. Insyaallah anda akan mendapatkan kesan yang sangat menakjubkan. Ya, anda akan mendapatkan kesan ‘ISTIMEWA’.
2. Dari konteks pembicaraan di atas, kita bisa melihat bahwa sang pemuda bertanya kepada Rasulullah dengan mengedepankan ego (perasaan) sebagai seorang pemuda yang berada di puncak gejolak syahwatnya. Sadar akan hal ini, Rasulullah tidak menjawab dengan konfrontasi, melainkan beliau menjawab dengan ego (perasaan) pula. Makanya Beliau sama sekali tidak mengucapkan kata-kata celaan, malahan mengajak sang pemuda untuk memahami bagaimana perasaannya jika ia menjadi orang lain sebagai korban perzinaan. Dengan demikian, emosional yang tadinya meluap-luap menjadi lebih terkendali.
Tidak cukup sampai di situ, selanjutnya Rasulullah menutup diskusi dengan motivasi berupa doa yang mendongkrak semangat optimis. Dan anda bisa melihat sendiri bagaimana hasilnya. Tarbiyah yang luar biasa...
Itulah hebatnya berdiskusi dengan remaja serta melakukan pendekatan emosi dengan mereka.

     KENDALA DAN SOLUSI
Jalan dakwah bukanlah jalan tol bebas hambatan. Rintangan dan tantangan adalah bunga rampai penghias jalan ini, terlebih lagi jika audien dakwah adalah para remaja. Pasang surut dan dinamika yang tidak stabil adalah hal yang wajar. Berikut ini kita coba untuk mendeteksi sebagian kecil dari kendala yang ada untuk bersama kita cari solusinya.

      TANAMKAN PRINSIP UTAMA AGAMA
Masa remaja dikatakan sebagai masa mencari jati diri. Kecenderungan jiwa yang labil sering kali menjadi kendala dalam mendakwahi mereka. Pasang surut semangat serta goyah dalam pendirian merupakan hal yang biasa menimpa para remaja. Hal ini lebih dipengaruhi oleh faktor internal remaja tersebut, yaitu ideologi yang kurang kokoh. Akibatnya pola pikir menjadi plin-plan, dari situ pula terlahir sikap yang tidak istiqomah.
Solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip dasar agama Islam terlebih dahulu sebelum mendakwahkan yang lainnya. Demikianlah yang diajarkan oleh Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau memulai dakwah dengan memperkokoh ideologi, menanamkan dasar-dasar tauhid serta pondasi-pondasi utama agama Islam. Sebagaimana beliau juga berpesan kepada para sahabat agar memulai dakwah dengan penanaman pondasi dasar Islam. Rasululullah berpesan kepada Muadz bin Jabal,
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى
“Wahai Muadz, hendaknya yang menjadi materi dakwahmu pertama kali adalah mengajak kepada tauhid..” [HR. Bukhari: 7372]
Dengan prinsip ini seorang remaja akan lebih mendapatkan keteguhan dalam beragama. Dari sinilah dia lebih mantap dalam bersikap.

IMAJINASI PENDEKATAN YANG TEPAT
“Ni.., perhatikan ya..! Jika ada yang mengatakan,
’Dek, aku bersumpah demi langit dan bumi, I  LUV U. Ciuuuuss..!! Suer.., brani disamber gledhek..!!’
Ini termasuk perbuatan syirik apa bukan?” tanya seorang ustadz kepada para audien yang rata-rata adalah para remaja.
Masa remaja adalah masa seseorang merasakan puncak gejolak pubertas. Wajar jika mereka sangat senang dengan materi kajian yang bertajuk “merah jambu”, dan cenderung kurang suka dengan obrolan seputar akidah, padahal akidah adalah materi prinsip yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Petikan dialog di atas merupakan salah satu trik untuk mengatasi kebosanan yang sering terjadi dalam diskusi agama. Dalam hal ini, meskipun sang ustadz sedang menyampaikan permasalahan akidah akan tetapi beliau sengaja memilih contoh-contoh realistis yang sering terjadi di kalangan remaja. Dengan demikian nuansa diskusi akan lebih hidup dan berwarna.
Hal serupa juga sering dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau sering memberikan contoh-contoh yang realistis dan memberikan perumpamaan-perumpamaan untuk menarik perhatian audien.

      OM GROGI VS EYANG “JAIM”
 “Nostalgia dg tmn lama, brsm seteguk wiski”
Status FB seorang preman muda ini cukup menarik perhatian seorang ustadz. Maka beliau pun berkomentar, “Eh.., sy ikut boleh gk?”
Ternyata dengan modal komentar ini akhirnya lambat laun keduanya menjadi akrab. Dari situlah akhirnya sang preman sedikit demi sedikit mau mendengarkan nasihat sang ustadz.
*******
Kendala yang seringkali menimpa para aktifis dakwah dalam berdakwah kepada para remaja adalah adanya jurang pemisah yang sangat dalam antara keduanya. Hal ini sering dilatarbelakangi oleh faktor internal para remaja yang merasa minder atau merasa hina di hadapan aktifis dakwah.
Hanya karena seorang remaja merasa hina dan minder lantaran sering berbuat maksiat, itu saja sudah cukup menjadi alasan untuk memilih menghindar sejauh-jauhnya dari para aktifis dakwah. Lalu bagaimana jadinya jika perasaan tersebut disambut sikap egois sang aktifis yang merasa sok suci.
Besarnya ambisi untuk ‘Jaga Image’ sering kali membuat seorang aktifis merasa tidak mau berdampingan dengan para remaja tersebut. Lebih parah lagi, jika sang aktifis berusaha melegalkan ambisinya ini dengan berbagai alasan semu yang akhirnya semakin menjauhkan dirinya dari objek dakwah.
Memang benar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita untuk mencari teman yang buruk, namun dalam hal ini kita perlu membedakan antara menjadikan seseorang sebagai teman dan sebagai obyek dakwah, sebab keduanya memiliki hukum yang berbeda.
Metode pendekatan memang sangat dibutuhkan oleh seorang aktifis dakwah. Kita lihat petikan status FB di atas. Hanya dengan beberapa patah kata saja, sang ustadz mencoba sedikit low profile, namun hasilnya bisa diacungi jempol.
Lebih jelas lagi, jika kita memperhatikan perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya kita juga akan mendapati beliau adalah seorang da’i yang bersahabat, low profile. Bahkan beliau juga sering bercanda dengan anak-anak. Sehingga wajarlah jika para sahabat  baik yang muda maupun yang tua, yang besar maupun yang kecil, merasa akrab dengan beliau.

Sikap yang serupa juga dipraktekkan oleh para ulama. Salah satu cerita yang menarik adalah kisah imam Abu Hanifah dengan seorang preman muda. Konon ada seorang remaja yang bertetangga dengan imam Abu Hanifah. Hampir setiap malam anak  ini meneguk minuman keras, hingga jika tiba saatnya ‘fly’ dia bersenandung,
أضَــاعُونــِي وَأَيَّ فَــتىً أَضَـــــــاعُوا   لِيَـــــــــوْمٍ كَرِيْــــهَـــــةٍ وَسَــــدَادِ ثُـــغْــــــرٍ
Mereka menelantarkanku, tidak tahukah siapa pemuda yg ditelantarkan…
            dialah pemuda yang sengaja berjaga di perbatasan di hari yang menakutkan...
Suatu hari  Imam Abu hanifah yang terbiasa bangun malam merasa heran karena tidak lagi mendengar senandung itu. Karena penasaran beliaupun berusaha mencari, hingga beliau mendengar berita bahwa dia terjaring razia petugas keamanan.
Mendengar berita itu imam Abu Hanifah bergegas menemui amirul mu’minin ‘Isa bin Musa untuk mengajukan grasi. Permohonan imam Abu Hanifah dikabulkan oleh amirul mukminin  sehingga sang pemuda dibebaskan dari penjara.
Ketika sang pemuda keluar dari penjara, imam Abu Hanifah memanggilnya. Beliau bertanya, “Wahai anak muda! Memangnya kami menelantarkanmu ya?” Sang pemuda menjawab, “Demi Allah, tidak! Bahkan sebenarnya Anda telah menjaga dan memperhatikanku. Demi Allah, saya berjanji tidak akan minum khamer selamanya. Semoga Allah membalas kebaikan Anda.

Unik memang. Ulama’ sekaliber Imam Abu Hanifah, di tengah-tengah kesibukannya masih saja beliau menyempatkan diri untuk sedikit merendah hanya sekedar untuk memberikan perhatian kepada seorang pemabuk. Padahal ketika itu masyarakat menganggapnya tak lebih dari sampah yang pantas untuk dijauhi. Namun demikian sang imam tidak merasa canggung untuk sedikit mengakrabinya. Dan hasilnya pun subhanallah…

     MEMUTAR RODA ORGANISASI DAKWAH
Lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat berperan dalam membentuk kepribadian remaja. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para aktifis dakwah untuk mendakwahi mereka, terutama remaja yang tumbuh di lingkungan yang kurang mendukung, atau mungkin lingkungannya  justru cenderung menentang.
Sekedar mengikuti kajian sepekan sekali tentu jauh dari kata cukup, terlebih jika durasi kajian hanya satu atau setengah jam saja (tapi bisa saja dikatakan mending, daripada tidak sama sekali).
Membentuk komunitas adalah salah satu solusi yang pantas untuk di coba. Baik berupa organisasi, lembaga atau sekedar komunitas biasa. Dengan adanya komunitas ini, para remaja lebih mudah untuk menemukan teman yang sesuai. Dari situ mereka akan saling mengontrol satu sama lain dan saling menasehati satu sama lain. Dari organisasi pula, seorang pemuda jadi lebih mudah dalam mencari solusi serta teman CURHAT. Dengan demikian, pengaruh lingkungan yang kurang baik bisa dicounter.
Hanya saja, ada satu hal yang perlu diperhatikan oleh aktifis yang ingin melibatkan para remaja dalam organisasi, jangan sampai membangun loyalitas Islam atas dasar organisasi tersebut. Dalam artian menganggap persaudaraan Islam hanya sebatas pengikut organisasi tersebut, sedangkan orang di luar organisasinya adalah musuh.
Organisasi seperti inilah yang diistilahkan oleh para ulama dengan sebutan “Hizbiyah”. Inilah organisasi yang dicela oleh Allah ta’ala lantaran serupa dengan perbuatan orang musyrik yang begitu getol membanggakan kelompok masing-masing. Allah berfirman,
...وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ( ) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“… dan janganlah kamu Termasuk orang-orang musyrik, Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa kelompok. Tiap-tiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada kelompok mereka.” (QS. Ar Rum: 31-32)

     GAPTEK ITU JELEK
Musuh-musuh Islam tidak akan pernah berhenti memerangi dakwah ini. Andaipun mereka belum mampu memerangi kaum muslimin secara keseluruhan, setidaknya mereka terus menerus melancarkan perang pemikiran melalui berbagai macam jaringan komunikasi. Dari situlah generasi Islam disuapi berbagi pemikiran yang mengalihkan dari jalan dakwah.
Perkara ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab di zaman sekarang ini remaja mana yang tidak kenal internet. Bahkan seakan dunia berada di genggaman mereka. Hanya dengan beberapa sentuhan screen saja mereka bisa mengakses berbagai macam pemikiran. Belum lagi berbagai jejaring sosial yang mereka ikuti 24 jam non stop, seakan menjadi guru pembentuk ideologi mereka.
Pada hakekatnya perkembangan teknologi dan komunikasi tidak menjadi masalah bagi para aktifis dakwah. Bahkan ini menjadi satu poin emas bagi para aktifis dakwah yang bisa mengikuti perkembangan teknologi. Dari situ dia bisa memenuhi jaringan yang ada dengan berbagai referensi dakwah. Atau bisa juga melakukan recruitment dengan berbagai jejaring sosial, atau setidaknya bisa menambah jalinan komunikasi sesama aktifis.
Yang menjadi masalah adalah tatkala para aktifis dakwah gagap teknologi. Alih-alih mau memenuhi dunia maya dengan berbagai literatur Islam, mengenal DUMAYpun tidak. Lantas bagaimana bisa maksimal mengcounter pemikiran-pemikiran yang menyerang para generasi muda melalui DUMAY.
Oleh karena itu sudah sepantasnya para aktifis dakwah juga mengenal teknologi komunikasi. Dari situ mereka bisa mengembangkan dakwahnya terutama kepada para remaja, sebab hampir semua remaja sangat akrab dengan internet. Sebagaimana dulu nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kepada sebagian sahabatnya untuk mempelajari bahasa Ibrani untuk mengcounter pemikiran-pemikiran ahli kitab.

FAFAKTOR “X” YANG TAK TERDUGA
Seberat apapun tantangan dalam berdakwah kepada para remaja, mungkin saja masih bisa untuk ditahan dan diusahakan mencari solusinya.
Akan tetapi kita juga mesti sadar, hidayah berada di tangan Allah. Sejauh apapun kita berusaha, tetaplah seluruh hasil berada di tangan Allah. Itulah faktor ghaib yang terkadang berada di luar jangkauan akal manusia. Betapa banyak kader yang kita banggakan ternyata berakhir dengan kenistaan, dan tak jarang pula orang yang konon menghalangi justru kini melindungi.
Di situlah pentingnya kita mendoakan para remaja yang menjadi audien dakwah kita. Sebab, kita tidak bisa memaksakan kehendak Allah ta’ala. Akan tetapi setidaknya Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam  mengatakan,
لَا يَرُدُّ القَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزيدُ فِي العُمْرِ إلَّا البِرُّ
“Tidak ada yang menolak takdir selain doa dan tidak ada yang menambah umur selain perbuatan baik” [H.R. Ibnu Hiban dan Hakim]
Jika kita sudah mulai aktif berdakwah kepada para remaja, selanjutnya silakan bertanya kepada diri kita masing-masing. Seberapa banyak kita telah mendoakan mereka? Atau setidaknya pernahkah kita menyebut nama mereka dalam doa kita?
 Sedangkan Rasulullah sallallhu ‘alaihi wasallam meskipun sudah mengerahkan seluruh daya upayanya untuk berdakwah, beliau masih tetap mendoakan obyek dakwah yang konon sangat menentang beliau. Salah satu doa beliau adalah,
اللَهُمَّ أَعِزِّ الإِسْلَامَ بِأَحَبِّ الرَجُلَينِ إِلَيكَ: بِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ أَوْ بِأَبِي جَهْلِ بْنِ هِشَام
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang yang lebih engkau cintai; Umar bin Khathab atau Abu Jahel bin Hisyam.[H.R. Tirmidzi; 3681]
Ternyata Allah ta’ala memilih Umar bin Khathab sebagai orang yang Dia cintai hingga Allah ridha beliau menjadi salah satu pelopor kejayaan Islam.

KEKESIMPULAN DAN HARAPAN
Sebagai penutup, satu hal yang perlu digarisbawahi bahwasanya metode dakwah sangat banyak. Silakan memilih sesuai dengan kondisi yang ada, asalkan tidak keluar dari koridor syariat. Metode diskusi dengan pendekatan psikologi hanyalah satu dari sekian banyak metode, hanya saja barang kali itu adalah metode yang paling banyak bersesuaian dengan kondisi para remaja.
Selanjutnya teori metode tanpa aplikasi tidaklah berarti, justru usaha praktis itulah yang sangat berperan. Kemudian lanjutkan usaha dakwah dengan doa dan pasrah kepada Yang di atas langit. Dialah yang akan menentukan hasilnya. Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq. Wallahu a’lam. Walhamdulillahi rabbil’alamin.

REFERENSI

[1] Hadis ini dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam silsilah As Shahihah: 370.
[2]  Sebagaimana diisyaratkan dalam sebuah hadis bahwa teman yang baik bagaikan penjual minyak wangi, sedangkan teman yang buruk bagaikan pandai besi.  Hadis ini diriwayatkan  oleh Imam Bukhari: 5534 dan Muslim: 2628.
[3] Di antaranya adalah kisah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wsallam yang mencoba menghibur seorang  anak kecil yang saat itu sedang bersedih karena ditinggal mati Nughair,burung kesayangannya. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 6129 dan Muslim:2150
[4] Al Yusi, Alhasan bin Mas’ud. (1981). Zahrul Ahkam Fil Amtsal wal Hikam. Pustaka Tsaqafah: Maroko. (3/118)
[5] Di antaranya adalah perintah beliau kepada Zaid bin Tsabit. Sebagaimana diriwayatkan imam Bukhari di dalam Shahihnya: 7195
[6] Hadis ini dinilai hasan oleh syaikh Albani dalam shahih targhib wa tarhib (1638)
[7] Hadis ini dinilai shahih oleh syakh Albani dalam shaih sunan tirmidzi (2907)
[8] http://watuleterku.blogspot.co.id/2014/05/berdakwah-kepada-remaja.html
[9] http://www.republika.co.id/berita/koran/khazanah-koran/15/02/20/nk28we12-dakwah-untuk-kaum-muda-harus-kreatif
[10]Drs. Samsul Munir Amin, M.A,Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam,Jakarta, 2008 hal. 3
[11]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[12]Lihat Drs. Wahidin Saputra,M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1
[13]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1-2
[14]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011
[15]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal 4-5
[16]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[17]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,hal 45-46
[18]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,[10]Lihat


No comments:

Post a Comment