Sunday, October 9, 2016

Dakwah bil kitabah

Dakwah bil kitabah / tulisan untuk remaja

“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” (Al-Qalam [68]: 1)

Rasululllah Saw. bersabda, “Sesungguhnya yang pertama-tama diciptakan Allah adalah pena (qalam), lalu Allah berfirman kepadanya, ‘Tulislah!’ ia menjawab, ‘Ya Rabbku apa yang hendak kutulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.”
Hadits tersebut penulis ambil dari buku ‘Pejabaran Kitab Tauhid’ karya Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di. Sayang dalam tulisan tersebut tidak disertai dengan perawinya.
Firman Allah dalam Qs Al-“Asr (1-3)
Demi masa(1). Sungguh, manusia berada dalam kerugian(2). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran(3).

Dakwah bil Qalam atau dakwah lewat pena (dalam hal ini tulisan) menjadi salah satu jalan menyebarkan Islam. Bukankah sejak awal Islam adalah agama yang mengajarkan baca-tulis. Di akhir perang Badar, Rasululullah membebaskan tawanan perang yang mau mengajarkan tulis menulis di kalangan sahabat dan putra-putranya. Semangat ini direspon dengan sangat antusias oleh Sahabat-sahabat saat itu. Terbukti dengan produktifnya penulisan ayat-ayat Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAWdalam lembaran-lembaran. Dari sinilah kita tetap bisa membaca Qur’an, hadits dan kitab-kitab yang ditulis oleh ulama pada jamannya.

Relevansinya dengan kondisi saat ini di mana ada keterbatasan waktu dan kesempatan bila dakwah dilakukan lewat lisan. Berkembangnya media sosial/internet yang diakses 61% masyarakat kota di Indonesia dan hasil survey yang dilakukan oleh Gfk dan Geogle menyebutkan rata-rata butuh waktu 5,5 jam perhari untuk mereka“pelototi ponsel” membuat kesempatan tersendiri. Lewat tulisan, dakwah berkembang lebih luas lagi menembus ruang, waktu, usia dan jarak. Dan menuntut peran kita untuk lebih aktif memperkenalkannya kepada keluarga, anak, saudara, teman dekat, tetangga dan teman agar  aktifitas ini berujung pada hal-hal yang positif.

Apa yang bisa kita tulis? Tentunya materi atau hal-hal yang kita kuasai, jangan menulis di luar kemampuan kita. Islam tidak terbatas pada materi-materi ritual, tetapi bisa lebih luas menyangkut motivasi, kehidupan sosial atau ekonomi atau hal-hal kecil yang mampu menginspirasi orang lain untuk berubah dan mau berbuat kebaikan.

Tetapi baiklah di sini penulis hanya ingin melukiskan betapa pentingnya pena dan buah yang dihasilkan yakni tulisan.. Entah rahasia apa yang sesungguhnya terkandung dalam pena hingga Allah-pun menamai surat ke 68 dalam Al-Qur’an dengan Qalam (Pena).

Membaca dan menulis sebenarnya telah menjadi tradisi kaum Muslimin sejak dulu. Banyak ulama dan tokoh Islam yang mampu menghasilkan karya besar yang mampu ‘menggetarkan dunia’ sebagai hasil ketekunan mereka dalam membaca dan menulis.

Sayang tradisi demikian seolah hilang begitu saja. Sekarang saat dunia memasuki abad informasi—konon siapapun yang dapat menguasai informasi akan unggul dalam persaingan—umat Islam justru tertinggal jauh. Hampir seluruh berita yang kita baca di media cetak dan kita lihat di televisi bersumber dari kantor berita asing.

Tapi, kita abaikan dulu permasalahan itu. Karena kita memang belum mampu mendobraknya, percuma jika tenaga kita justru mubadzir. Sekarang lihatlah ke sekeliling kita, bandingkan media cetak yang beredar di masyarakat. Kira-kira berapa prosentase antara media yang memuat dakwah/ajaran Islam dengan media yang justru merusak dakwah Islam. Tentu Anda lebih tahu jawabannya.

Dakwah lewat tulisan saat ini telah menjadi suatu keharusan dan kebutuhan karena dakwah lewat cara ini dinilai lebih efektif dan efisien.
1. Bisa menjangkau daerah yang luas.
Dakwah melalui tulisan dapat disebarkan secara luas tanpa terbentur letak geografis. Karena mad’u (obyek dakwah) tidak harus bertatap muka dengan da’i/da’iyah di satu tempat tertentu.

2. Tidak terbatasi oleh waktu
Dilihat dari segi waktu, dakwah lewat tulisan juga sangat fleksibel. Artinya mad’u dan da’i tidak harus bertemu dalam satu waktu. Selain itu materi dakwah juga akan ‘awet’ karena berbentuk tulisan. Bila mad’u lupa dengan pelajaran yang pernah dibaca ia bisa mencarinya kembali, berbeda dengan dakwah lisan. Tidak berlebihan bila dikatakan, “Ilmu ibarat binatang ternak sedangkan tulisan adalah tali kekangnya.”

Sementara bagi para da’i/aktivis/ustadz/guru. Juga lebih leluasa dalam menyusun materi karena bisa disiapkan kapan saja ketika mempunyai waktu luang.

3. Keakuratan isi dakwah lebih terjamin
Sacara mudah bisa kita lihat seorang da’i yang berdakwah dengan lisannya besar kemungkinan ia akan melakukan suatu kekhilafan baik dalam isi maupun dalil-dalil yang digunakan. Karena ia hanya berpegang pada ingatan yang sifatnya terbatas. Kata-kata yang diucapkan pun seringkali tidak efektif.

Berbeda dengan dakwah bil qalam, di sini materi yang disajikan diambil dari sumber-sumber yang dapat dipercaya. Dalam penyusunannya kita bebas membuka dan membolak-balik buku—yang tidak mungkin dilakukan dalam dakwah lisan—sehingga materi yang disampaikan akan lebih akurat. Kata-kata yang disajikan pun telah melalui koreksi yang berulang-ulang guna menghilangkan kata mubadzir. Tentu ini akan lebih mudah diterima pembaca.

Kiranya masih banyak kelebihan lain yang tidak mungkin dipaparkan dalam tulisan singkat ini. Lalu kenapa kita tidak mencoba jalan yang satu ini untuk ikut bergabung dengan barisan orang-orang yang berjuang menegakkan agama-Nya?

Jika kita berusaha dengan kesungguhan dan ikhlas demi mencari ridha-Nya, InsyaAllah jalan lapang siap menyambut kita. Rasul bersabda, “Di akhirat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-orang yang mati sayhid.”

Sungguh mengagumkan, coba kita bayangkan pahala yang diterima—dengan seizin Allah—para penulis Al-Qur’an terdahulu. Ali-bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab dan Umayyah. Dari goresan merekalah Al-Qur’an yang sekarang kita baca diriwayatkan.

Kita juga boleh kagum dengan perawi hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi dsb. Selama hadits yang mereka riwayatkan—melalui tulisan—digunakan dalam berdakwah maka pahala bagi mereka terus mengalir meskipun jasad telah tiada.

Tidak diragukan lagi, kiprah para remaja hari ini merupakan tonggak perubahan yang sangat   berpengaruh di masa mendatang. Posisi mereka yang begitu urgen sebagai Agent of Change bukan sekedar doktrin fiktif belaka. Namun dalam realitanya para remaja benar-benar menjadi pembawa perubahan besar bagi masa depan. Karenanya, pantaslah pepatah arab mengatakan,
Dari label yang mereka miliki sebagai “Pembawa Perubahan” kita bisa membaca bahwa mentarbiyah dan mendakwahi para remaja merupakan sebuah tugas yang tidak boleh dipandang sebelah mata oleh aktifis dakwah. Jika pemuda sekarang adalah potret masa depan, lantas bagaimana jadinya masa depan bangsa dan agama ini jika mereka tidak mengenal dakwah..?
Selanjutnya sebagai bahan renungan kita pantas bertanya, seberapa banyak remaja saat ini yang sibuk dengan masjid jika dibandingkan dengan mereka yang sibuk dengan hura-hura dan jalan raya?  Tidak perlu dijawab dengan hitungan nominal, cukup perbandingan kasar saja, mana yang lebih banyak?
Saya kira jawaban kita akan sama. Ya.., itulah hasil hitungan kasar dakwah kita terhadap remaja saat ini. Cukuplah jawaban ini memaksa hati kita untuk prihatin dan seharusnya menggugah kita untuk tidak memandang mereka sebelah mata agar eksistensi dakwah masa depan tetap berlangsung.
Dakwah dengan tulisan juga merupakan salah satu metode dalam berdakwah di tengah globalisasi ini, bahkan budaya menulis telah dicontohkan oleh para ulama-ulama terdahulu mulai dari para salafusshaleh sampai ulama kontemporer saat ini. Begitu banyak Kitab-kitab yang telah ditulis oleh imam An Nawawi diantaranya Syarh Shahih muslim, Riyadh Al Shalihin, Al Adzkar dll, masih banyak lagi karya beliau, kemudian ibnul qayyim Al Jauziah dengan karyanya Zaadul Ma’ad, madarijus salikin dll, Buya Hamka dengan karyanya Falsafah Hidup, Tasawuf modern, Tafsir Al Azhar, dll, Anis matta dengan karyanya Serial Cinta,Integrasi politik dan Dakwah, momentum kebangkitan, haidar natsir dengan karyanya Manhaj Gerakan Muhammadiyah, Islam Syariat dll, perlu kita ketahui begitu pentingnya budaya menulis ini dikalangan ulama kita bahkan diantara mereka ada yang menyelesaikan karyanya didalam jeruji besi, masuknya mereka penjara tidak menyurutkan niat mereka untuk menulis karena menurut mereka dakwah tidak cukup hanya dengan menyampaikan saja tapi dakwah akan sempurna ketika disampaikan secara tertulis, karena tuisan merupakan harta warisan yang paling bernilai harganya bahkan mungkin negara ini tak akan ada artinya ketika sejarahnya tidak dituliskan, oleh karena para penulis menuliskan sejarah negara ini maka mulai dari saat itu negara ini dikenal keseluruh pelosok negeri bahkan keseluruh penjuru dunia, maka dari itu salah satu strategi dakwah yang harus kita lakukan adalah dengan berdakwah melalui tulisan, apakah itu melalui menulis buku, artikel, history,

         Pada masa sekarang yang penuh dengan kemajuan baik dibidang ilmu pengetahuan maupun ilmu teknologi, semuanya sudah serba canggih, hal ini menjadikan manusia modern menjadi sangat sibuk dengan urusannya masing-masing. Sehingganya waktu untuk mendengarkan ataupun menghadiri sebuah forum tabligh sudah sangatlah sedikit,, maka dari itu dakwah bil kitabah sangatlah cocok untuk manusia modern.. dakwah bil kitabah atau dakwah secara tulisan  sering disebut juga dakwah bil qalam.
Dakwah ini dapat juga dikonsidikan dengan berbagai karakter masyarakat modern saat ini, diantaranya ada masyarakat yang malu bertanya, ada yang terlalu  sibuk dengan urusannya.  Maka  dengan metode ini  memudahkan masalahnya mereka,,  mereka punya  waktu  kapan saja untuk membaca dakwah bil kitabah ini dengan memanfaatkan waktu luwang yang mereka miliki..
         Dakwah melalui tulisan dapat terus diingati. Seperti contoh, karya ilmuan Buya Hamka yang telah menulis pelbagai buku. Meskipun kini beliau telah tiada akan tetapi buku penulisannya masih ramai orang membaca dan tulisannya seringkali dijadikan rujukan.
Selain buku masih banyak alternative yang dapat dijadikan sebagai media dakwah bil kitabah, yakni, novel, majalah, Koran, bulletin masjid, ataupun dimedia online.
Melalui tulisan-tulisan di media massa, seorang mubalig, ulama, kiai, atau umat islam pada umumnya sesuai dengan bidang keahlian atau keilmuan yang dikuasainya dapat melaksanakan dakwah ini
        Dengan demikian, mereka atau kitapun dapat melaksanakan peran sebagai jurnalis muslim, yakni sebagai muaddib (pendidik), mussadid (pelurus informasi tentang ajaran agama islam), mujaddid (pembaharu tentang ajaran islam), muwahid (pemersatu atau perekat ukhuwa islamiah), dan mujahid (pejuang, pembela dan penegak agama islam.
Keunggulan dakwah ini dibandingkan dengan format dakwah bentuk lain adalah sifatnya yang objeknya yang massif dan cakupannya cukup luas. Dakwah tulisan ini tidak hanya dibaca oleh masyarakat kecil, ataupun hanya terdapat pada satu tempat, akan tetappi dakwah ini dapat mencakup wilayah yang cukup luas, bahkan sampai tersebar diseluruh dunia.
Media massa saat ini sangatlah berpengaruh terhadap akidah bagi masyarakat modern karena 90 dari 100 persen aktifitas para remaja pada masa ini menggunakan media social online untuk berkomunikasi dengan teman-temannya yang ada diluar sana, maka dari itu kita harus dapat memanfaatkan sepandai mungkin media massa sebagai media dakwah kita.
HAL-HAL YANG TERDAPAT PADA PENDAKWAH
Pertama, hubungan spiritualitas. Ketika menginjak masa remaja, normalnya kita mulai berpikir tentang makna dan tujuan hidup yang sangat erat kaitannya dengan agama. Karena hal ini bakal membimbing kita dalam jalani hidup dan membingkai masa depan.
Ketika terjun ke dunia dakwah, seorang remaja muslim akan menemukan arti dan tujuan hidup yang hakiki. Dia diciptakan oleh Allah Swt. untuk beribadah sepanjang hayat dikandung badan. Untuk itu, Allah menurunkan aturan hidup yang lengkap dan sempurna tanpa cacat cela bagi manusia. Agar manusia bisa beribadah tidak hanya di masjid atau majelis ta’lim.
Kedua, penghargaan. Setiap remaja membutuhkan hal ini untuk mengembangkan potensi dan kemampuan diri. Aktivitas dakwah akan menyalurkan secara positif bakat dan potensi yang kita miliki untuk kebangkitan Islam dan kaum Muslimin di seluruh dunia.
Ketiga, rasa memiliki. Remaja seusia kita sering termotivasi untuk bergabung dalam kelompok yang memiliki dan dimiliki kita. Karena di sana kita bisa belajar banyak hal, tambahan informasi, konsultasi gratis, merasa aman, nyaman, dan diterima. Tempat yang tepat jika kita ikut dalam komunitas dakwah. Rasa kebersamaan, sikap empati, simpati, dan pertolongan tanpa pamrih antar individu dalam komunitas ini, lahir dari keimanan. Itu berarti nggak mudah luntur karena perbedaan status sosial atau pendidikan.
Keempat, kecakapan dan kepercayaan diri. Remaja sering terlihat ingin diakui kalau dia mampu dan percaya diri untuk menjalani hidup mandiri. Mampu menentukan pilihan atau mengatasi masalah tanpa bergantung kepada orang lain.
Dalam lingkungan dakwah, kita bakal dilatih untuk berpikir panjang merunut setiap permasalahan dan mencari pemecahannya sesuai aturan Islam yang pasti mendatangkan maslahat. Ketegasan sikap kita bisa lahir dari kemandirian yang ditopang oleh pemahaman Islam. Kita juga dilatih untuk mengambil hikmah dalam setiap musibah atau kegagalan yang menimpa kita semua. Karena kita-kita paham, apa pun yang menimpa diri kita, itu adalah jalan terbaik yang Allah berikan.
Kelima, konstribusi. Merasa memberi kontribusi alias ikut berperan serta, nggak egois dan individualis, atau sikap dermawan sangat penting buat perkembangan identitas yang sehat pada remaja seusia kita. Dengan begini kita-kita bakal terlatih untuk peduli dan peka terhadap permasalahan di sekitar kita. Sehingga kita termotivasi untuk mengembangkan kemampuan diri agar bisa ikut menyelesaikan masalah itu.
Dan semua perasaan di atas pasti bakal didapatkan kita-kita dalam aktivitas dakwah. Selain bernilai pahala, kita akan mengetahui kalau masalah dunia atau masyarakat juga masalah kita. Kita juga wajib merasa bertanggung jawab dengan akibat dan penyebab masalah itu.

      Jarangnya aktivis dakwah bil kitabah

         Michael h.hart salah seorang penulis yang mutakhir menempatkan Nabi muhamad, sebagai manusia yang paling berpengaruh disepanjang sejarah. Hart menulis buku tentang seratus tokoh-tokoh dunia yang berpengaruh. Dan hasilnya Nabi Muhamad menempati rangking pertama, mengungguli tokoh-tokoh dunia lainnya seperti Isa al-masih, Isac newto, Napoleon boneparte, dan lain-lain.
Melihat kunci sukses dakwah yang dilakukan oleh nabi muhamad pada masa itu yakni dengan menggunakan komunikasi antarpersonal yakni dengan melakukan nasihat tatap muka, serta dengan usaha yang sungguh-sungguh, berbeda dengan sekarang para pendakwah lebih condong kearah komunikasi massa yang mana didalamnya tidak ada pendekatan sehingga para pendengar mendengarkan ceramah masuk telinga kanan keluar telinga kiri, serta kurangnya kesungguhan dari sipendakwah, dilain sisi yang juga mempengaruhi gagalnya dakwah dimasa sekarang adalah kurangnya dakwah yang berbentuk tulisan karena jika dibandingkan antara dakwah bil kitabah dengan dakwah yang lain yang sangat cocok dimasa sekarang adalah dakwah bil kitabah.
         Dewasa ini, kita merasa masih langkanya para aktivis dakwah bil kitabah, lebih langkah lagi adalah para ahli islam. (ulama, cendekiawan, mubalig) yang mampu melakukan dakwah bil lisan (ceramah, tabligh, khutbah) sekaligus piawai menulis artikel keislaman untuk media massa. Tapi banyak ulama dan cendekiawan hanya “jago pidato” di atas mimbar, namun tidak mampu (tidak mau) menulis di media massa.
          Pentingnya penerbitan media massa islam sebagai sarana dakwah bil kitabah pun kurang mendapat perhatian secara sunggguh-sungguh dari kalangan umat islam, padahal wahyu pertama tentang perintah membaca (iqra) dan adanya surat al-qolam dalam al-quran, mengisyaratkan betapa pentingnya arti dan bacaan bagi umat islam.
         “Tulisan adalah tamannya para ulama” kata Ali bin abi thalib. Lewat tulisan-tulisanlah para ulama “mengabadikan” dan menyebar luaskan pandangan-pandangan keislamannya. Dakwah bil kitabah telah dilakukan oleh ulama salaf atau cendekiawan Muslim terdahulu, telah melahirkan sejumlah “Kitab Kuning “  (buku teks [text book] para santri di pesantren-pesantren). Mungkin, jika tidak dituangkan dalam tulisan, pendapat para ulama dan mujtahid sulit dipelajari dan diketahui dewasa ini.
            Kemampuan menulis  menjadikan seorang Imam Al-Ghazali dapat mewariskan ilmunya lewat Ihya ‘Ulumuddin dan sebagainya. Demikian pula sejumlah ulama lain. Hasan Al-Banna, Abul A’la Al-Maududi, dan Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menggelorakan semangat pembaharuan dan kebangkitan Islam lewat artikel dan buku-buku mereka. Pembaharu Islam Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh menerbitkan majalah Al-’Urwatul Wutsqa di Prancis. Melalui tulisan-tulisannya di majalah tersebut, mereka mencanangkan da’wah Islam di tengah peradaban dunia Barat.
            
           Demikian pula para ulama, sarjana, filsuf, dan cendekiawan Muslim lain dari berbagai disiplin ilmu. Benar juga kata Plato: “Pikiran manusia terekam di ujung pena mereka”.
Dakwah bil kitabah  bahkan sudah dicontohkan langsung oleh Rasulullah Saw. Surat ajakan masuk Islam kepada Kaisar Persia, umpamanya, merupakan bukti Dakwah bil kitabah, Karena dakwah tertulis dicontohkan langsung oleh Rasulullah, maka ia menjadi “sunnah”.
Lebih dari itu, pembukuan Al-Quran yang kini kita kenal dengan mushaf dalam perspektif jurnalistik, Al-Quran adalah karya jurnalistik juga, yakni sebuah media massa format buku yang isinya firman-firman Allah SWT. Dari akar kata shuhuf, sebutan bagi kumpulan wahyu, dikembangkan kata shahifah yang berarti suratkabar atau koran dan shahafi yang searti dengan wartawan atau jurnalis (Ali Yafie dalam Rusjdi Hamka & Rafiq, 1989:285). Demikian pula, termasuk karya jurnalistik adalah kitab-kitab kumpulan hadits semacam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. 

      Efek al kitabah
“Dan tetaplah memberi  peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. “ (Q.s. adz- dzariat : 55)
Dari ayat ini kita dapat melihat sebuah perintah untuk salang memberi  peringatan, baik peringatan secara lisan, secara perbuatan, maupun secara tulisan (kitabah)
         Sebuah tulisan atau karya tulis dapat berpengaruh sangat luas dan membuat penulisnya sangat populer. Salman Rushdie begitu mendunia namanya karena tulisannya, buku Satanic Verses(Ayat-Ayat Setan), yang dianggap melecehkan Islam. Pemerintah Iran bahkan memvonis hukuman mati baginya.
         Tulisan atau goresan pena seorang penulis dapat menjadi pelopor suatu pemikiran, keyakinan, ide, cita-cita, bahkan revolusi (KHM Isa Anshary, 1984:33-41). Revolusi Prancis bergerak di bawah cahaya pikiran dan cetusan pandangan yang dirintis J.J. Rousseau dan Montesquieu. Revolusi Amerika dibimbing “Declaration of Independent” (Fatwa  Kemerdekaan) yang hingga kini dijadikan pedoman besar bangsa Amerika.
         Revolusi Rusia dan perjuangan kaum Komunis di seluruh dunia sampai kini dipimpin oleh Manifesto Kumunis (Communistish Manifest) karya Kalr Marx dan Engels. Nazi Jerman bergerak di bawah petunjuk buku Mein Kamf karya Adolf Hitler. Revolusi Tiongkok berpedoman pada San Min Chu I karangan Sun Yat Sen.
         Revolusi Indonesia didahului pemikiran-pemikiran revolusioner tertulis dari Bung Karno, Bung Hatta, M. Natsir, Syahrir, dan Tan Malaka. Kebangkitan dunia Islam, gerakan reformasi dan modernisasi dalam dunia Islam, terutama bersumber pada buah pena atau tulisan Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Amir Syakib

Arsalan, dan Abdurrahman Al-Kawakiby. Pembinaan negara Islam Pakistan didahului buku-buku Mohammad Iqbal.
        Tulisan atau pena seorang penulis cukup berbicara satu kali, melekat terus dalam hati dan menjadi buah tutur setiap hari. Para jududa’wah pelu lebih memperhatikan kepentingan tulisan di berbagai media da’wah, menjadikan media massa sebagai alat perjuangan da’wah.
Tulisan dan bacaan adalah media da’wah yang tidak kurang vitalnya dari angkatan mujahidin dan mubalighin yang bergerak setiap masa ke segala pelosok dunia; membuka hati masyarakat, merebut masyarakat dari genggaman dan belenggu paham dan aliran luar Islam. Masyarakat Islam dalam segala tingkatan, keluarga dan rumah tangga kaum Muslimin, harus kita masuki dengan bacaan-bacaan Islam, mengembalikan mereka kepada kehidupan Islam. 

      Media dakwah bil kitabah.

      Pembukuan dan Media Cetak
Kini terdapat ramai di kalangan ulama yang membukukan penulisan mereka. Dengan cara ini, mereka akan menghuraikan secara terperinci mengenai sesuatu perbahasan dengan mendalam. Bahkan penulisan mereka juga turut dijadikan bahan rujukan oleh mahasiswa dan sebagainya di dalam kertas kerja mereka. Terdapat pelbagai jenis media cetak pada masa kini. Samada surat khabar, majalah, risalah, jurnal-jurnal dan sebagainya perlu dipraktikkan. Melalui pelbagai cara ini, gerakan dakwah dapat tersebar luas bukan hanya di dalam kumpulan masyarakat yang kecil malah di seantaro dunia.

      Media Elektronik
Media elektronik yang sesuai dengan cara penulisan kini ialah dengan melalui internet iaitu satu jaringan popular pada masa kini lebih-lebih lagi pada golongan muda. Kadang-kala pengaruh internet memberi kesan yang hebat kepada mereka, maka adalah menjadi salah satu alternatif yang baik jika para pendakwah turut menggunakan cara ini. Bukan hanya penulisan di laman-laman web, blog malah jaringan-jaringan sosial seperti Facebook, Friendster, Twitter dan sebagainya turut memberi pengaruh yang besar pada masyarakat lebih-lebih lagi untuk menarik perhatian remaja kini. Melihat kondisi masayarakat modern dakwah yang paling efektif adalah dakwah yang seperti ini, tidak menimbulkan rasa bosan bagi para anak muda, tidak terikat oleh waktu, dan bisa kapan saja diterima.

Selain daripada itu, di antara ciri yang perlu ada dalam sesebuah penulisan untuk menerbitkan karya-karya berbentuk dakwah Islamiyah mengikut situasi semasa ini tetapi tidak melampaui batas-batasnya. Antara lain cara atau kaedahnya adalah
           1. Penceritaan
         Ternyata kini, gaya bentuk penulisan yang bercorak penceritaan semakin diminati. Seperti contoh, karya Ustaz Hasrizal yang bertajuk “ Aku Terima Nikahnya 1 dan 2 ” amat laris di pasaran. Ini menunjukkan golongan kini terutamanya remaja serta belia pertengahan usia semakin menggemari gaya penulisan dakwah yang berbentuk cerita santai. Di samping itu, bentuk-bentuk penceritaan yang berunsurkan Islam seperti contoh di dalam karya Habibburahman El Shirazy seperti Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih 1 & 2 banyak menyentuh aspek kehidupan di dalam Islam sehingga menjadi bualan masyarakat kini
          2. Bahasa
      Untuk seseorang pendakwah mencapai tahap yang terbaik iaitu melangkahi sampai peringkat global, seseorang pendakwah itu perlu untuk berkemahiran dalam pelbagai bahasa antaranya bahasa yang menjadi bahasa utama dunia yaitu Bahasa Inggris di samping penggunaan bahasa harian yang dapat dipahami masyarakat sekeliling. Hal ini perlu jika seseorang pendakwah ini benar-benar mau berjuang dan menakluki hati-hati betapa indahnya Islam kepada orang bukan Islam. Dengan cara ini, mungkin ianya menjadi salah satu medium bagi orang bukan Islam membuka minda mereka dan menerima Islam dengan hanya membaca tulisan-tulisan ini sekaligus mereka ingin mengetahui dan mendekati Islam lagi.
       Secara kesimpulan, terdapat pelbagai cara yang kreatif bersesuai dengan keadaan semasa yang perlu lagi difikirkan para pendakwah di dalam penyebaran dakwah kini. Ianya sedikit sebanyak perlunya kaedah psikologi bagi menawan hati-hati manusia yang penuh dengan kelalaian dengan persekitaran semasa. Semoga dengan cara dan kaedah yang baik, penyebaran Islam dapat lagi diperluaskan ke pelusuk dunia. Bukan tanggungjawab ini perlu di pikul para dai tetapi oleh kita semua ummat untuk menegakkan syiar Islam .
      Dari uraian di atas, jelas sudah saatnya kita timbulkan wawasan dan pemhaman bagi ummat islam tentang pentingnya dakwah melalui tulisan dan menumbuhkan minat dan mengembangkan bakat menulis artikel keislaman.
Media massa menjadi sarana dakwah adalah media massa cetak, meliputi Koran / surat kabar, tabloid, majalah, dan buku serta newsletter dan bulrtin. Paling tidak, umat islam dapat menerbitkan bulletin, format paling sederhana dan paling murah sebuah media massa seperti bulletin jumat.

      Kode etik dakwah bil kitabah

             Seorang pendakwah, metode apapun yang digunakan tentunya ada kaidah, norma, aturan, atupun kode etik yang harus ia perhatikan dan taati, sama halnya dengan dakwah secara tulisan ini, dakwah ini mempunyai kode eti tersendiri.
Seorang jurnalis muslim hendaknya memiliki kode etik jurnalistik tersendiri sebagai tuntunan ajaran agama islam. Kode etik yang dimaksud adalah sebagai berikut
      Menginformasikan yang benar saja (tidak berbohong), juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
Dalam al-quran kebenaran itu disebut dengan istilah al-haq. Dalam al-quran, kebenaran berhubungan dengan keadilan dan persamaan. Hal itu mengindikasikan bahwa setiap kebenaran terkait secara inheren didalamnya keadilan dan persamaan. Dalam al-quran, al-haq dipakai untuk menunjukan dipakai untuk menunjuk allah dan suatu pengertian yang berlawanan dengan arti istilah bathil dan dhalal.
Bijaksana, penuh nasihat yang baik, serta argumentasi yang jelas dan baik pula. Karakter, pola pikir, kadar pemahaman objek pembaca harus dipahami, sehingga tulisan yang dibuat pun akan disesuaikan sehingga mudah dicerna.
Meneliti kebenaran berita/fakta sebelum dipublikasikan alias melakukan check and recheck. Sebagaimana kita manusia yang telah diberikan allah akal maka alangkah baiknya kita memanfaatkan akal kita untuk mencari kebenaran. Aspek kecerdasan manusia yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan.
Hindari olok-olok, penghinaan, mengejek, atau caci maki sehingga menimbulkan permusuhan dan kebencian.
Hindarkan prasangka buruk (suuzhan). Dalam istilah hukum, pegang teguh “asas praduga tak bersalah”.
Sebagai ummat islam diwajibkan atas kita menyampaikan sesuatu kebaikan sekecil apapun itu kepada orang lain, insallah dengan memperhatikan serta menaati kode etik dalam menulis sebuah dakwah, apa yang kita kerjakan insallah bisa bermanfaat sampai akhir kelak kita nanti. Amin.






















DAFTAR PUSTAKA

Katili, lukman (2013), pendidikan islam diperguruan tinggi, gorontalo : ideas publishing
Munir, syamsul (2008), rekontruksi pemikiran dakwah islam. Jakarta : amzah
Sulthon, muhamad (2003). Desain ilmu dakwah. Semarang : pustaka pelajar
Syamsul, asep (2003). Jurnalistik dakwah. Bandung : remaja rosda karya
Yusuf, muhamad (2007), munthakab ahadist, Yogyakarta : ash-shaff
Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.
Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media.
Ilaihi, Wahyu. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syukriadi Sambas. Pengantar untuk buku Berdakwah Lewat Tulisan. Mujahid press. Shafar 1425
Hartono Ahmad Jaiz, Islam dan Al-Qur’an pun diserang. Halaman 209
Hartono Ahmad Jaiz, Islam dan Al-Qur’an pun Diserang. Halaman 53-58
Penulis buku Judas Bukan Pengkhianat
Hartono Ahmad Jaiz, Islam dan Al-Qur’an pun Diserang. 1430. Pustaka Nahi Munkar. Hal. 82-84

Dakwah Lewat Tulisan Bagi Remaja

REMAJA DAKWAH LEWAT TULISAN

Segala Puji bagi Allah yang maha pengasih dan maha penyayang yang tidak

pilih kasih dan tidak pilih sayang, pencurahan segala nikmat dan taufiq serta

inayah-Nya
Dakwah merupakan bagian yang sangat penting di dalam Islam, karena berkembang tidaknya ajaran agama Islam dalam kehidupan masyarakat merupakan aktifitas dari berhasil tidaknya dakwah yang dilaksanakan, sebagai ajaran yang menuntut penyampaian dan penyebaran. Setiap muslim senantiasa berada dalam kisaran fungsi dan misi risalah melalui media dakwah, baik ke dalam maupun ke luar lingkungan umat Islam, dengan memperhatikan akidah, akhlak, dan ketentuan lainya yang intinya sesuai dengan konsep Islam ( Saefudin, 1996 : 1 ).

 

Dakwah menurut istilah mengandung beberapa arti yang beragam.

Banyak para ahli ilmu dakwah memberikan definisi menurut versi sudut

pandang yang berbeda. Meskipun demikian akan lebih terasa kalau

semuanya itu saling melengkapi. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan

diuraikan beberapa devinisi dakwah :

 

Amrullah Ahmad berpendapat sebagai berikut :

 

“Dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman

dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur utuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak

manusia pada dataran kenyataan indifidual dan sosio cultural dalam mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tersebut ( amrullah, 1984: 2)”

 

Dalam proses dakwah perlu menggunakan metode, namun metode tersebut harus disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Untuk itu dipertimbangkan metode yang akan digunakan dan cara penerapannya, karena sukses dan tidaknya suatu program dakwah sering dinilai dari segi metode yang dipergunakan. Hal ini disebabkan masalah yang dihadapi oleh dakwah semakin berkembang dan kompleks, sehingga metode yang berhasil di suatu tempat tidak dapat dijadikan tolak ukur daerah lain ( Abdullah, 1993 : 1 ).

 

Secara umum Allah telah memberikan pedoman tentang dasar

metode dakwah, sebagaimana tercantum dalam Al Qur‟an surat An – Nahl

ayat 125 :

Artinya : “ Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka

dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia – lah

yang lebih mengetahui tentang siapa tersesat dari jalan –

Nya dan Dia – lah yang lebih mengetahui orang – orang

yang mendapat petunjuk “ (Departemen Agama RI, 2005: 282).

 

Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al Qur‟an surat An – Nahl ayat 125 maka jelaslah bahwa dakwah Islam tidak mengharuskan secepatnya berhasil dengan satu cara atau metode saja, namun berbagai cara dapat dilakukan sesuai objek dakwah dan kemampuan masing– masing pelaksanaan dakwah atau pimpinan dakwah.

Materi dakwah maupun metodenya yang tidak tepat, sering

memberikan gambaran ( image ) dan persepsi yang keliru tentang Islam.

Demikian pula kesalahpahaman tentang makna dakwah, menyebabkan

kesalahlangkahan dalam operasional dakwah. Sehingga dakwah sering

tidak membawa perubahan apa – apa, padahal tujuan dakwah adalah untuk

mengubah masyarakat sasaran dakwah ke arah kehidupan yang lebih baik

dan lebih sejahtera, lahiriah maupun batiniah ( Hafiduddin, 1998 : 67 ).
Pengertian Dakwah

a. Arti Dakwah Menurut Bahasa (Etimologi)

Ditinjau dari segi etimologi, dakwah berasal dari bahasa arab,

terambil dari akar kata da‟a ( دػا ), mempunyai arti seruan, himbauan

atau panggilan (Yunan, 1998 : 199). Dalam kamus Marbawi, dakwah

mempunyai arti seperti دػوة (ajak, mengutuk, menyumpah) دػوة

(dakwah) دػوة (panggilan kenduri, menjemput makan)

b. Arti Dakwah Menurut Istilah (Terminologi)

Dakwah menurut istilah mengandung beberapa arti yang

beraneka ragam. Banyak ahli ilmu dakwah dalam memberikan

pengertian atau definisi terhadap istilah dakwah terdapat beraneka

ragam pendapat. Hal ini tergantung pada sudut pandang mereka di

dalam memberikan pengertian kepada istilah tersebut. Sehingga antara

definisi menurut ahli yang satu dengan lainnya senantiasa teerdapat

perbedaan dan kesamaan.

Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan disajikan beberapa definisi dakwah sebagai berikut :

1) Menurut Munir Mulkhan dalam bukunya “Ideologisasi Gerakan

Dakwah” bahwa dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan

menyampaikan kepada perorangan dan seluruh umat manusia

dalam hal konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup

manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma‟ruf nahi munkar

dengan berbagai macam cara dan media yang di perbolehkan

akhlaq dan membimbing pengalamanya dalam perikehidupan

bermasyarakat dan perikehidupan bernegara (Mulkhan, 1996 : 52).

2) Muhammad Al-Bayevold dalam bukunya “Islam Agama Dakwah

Bukan Revolusi“ menyatakan bahwa dakwah adalah perubahan

sosial menuju masyarakat idaman, meninggalkan sikap egoistis dan

kecenderungan materialis menuju ke arah kebersamaan dan

kemaslahatan untuk tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.

3) Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya “Dasar-Dasar Strategi

Dakwah” memberikan pengertian dakwah dari dua segi atau dua

sudut pandang, yakni pengertian dakwah yang bersifat pembinaan

dan pengembangan. Pengertian dakwah yang bersifat pembinaan

adalah suatu usaha mempertahankan, melestarikan dan

menyempurnakan umat manusia yang hidup bahagia di dunia

maupun di akhirat. Sedangkan pengertian dakwah yang bersifat

pengembangan adalah usaha mengajak umat manusia yang belum

beriman kepada Allah SWT, agar mentaati Syariat Islam (memeluk

Islam) supaya nantinya dapat hidup bahagia dan sejahtera di dunia

dan akhirat (Asmuni, 2000: 20 ).

Dari beberapa definisi dakwah di atas dapat disimpulkan bahwa

dakwah adalah usaha untuk mengajak kepada seluruh umat manusia

dengan menyampaikan ajaran Islam agar tercapai perubahan ke arah

yang lebih baik, sehingga ahirnya dapat mencapai kebahagiaan di dunia

maupun akhirat.

Tidak diragukan lagi, kiprah para remaja hari ini merupakan tonggak perubahan yang sangat   berpengaruh di masa mendatang. Posisi mereka yang begitu urgen sebagai Agent of Change bukan sekedar doktrin fiktif belaka. Namun dalam realitanya para remaja benar-benar menjadi pembawa perubahan besar bagi masa depan. Karenanya, pantaslah pepatah arab mengatakan,

شَبَابُ اليَومِ رِجالُ الغَدِ
 “Pemuda hari ini adalah pemimpin esok hari”
Dari label yang mereka miliki sebagai “Pembawa Perubahan” kita bisa membaca bahwa mentarbiyah dan mendakwahi para remaja merupakan sebuah tugas yang tidak boleh dipandang sebelah mata oleh aktifis dakwah. Jika pemuda sekarang adalah potret masa depan, lantas bagaimana jadinya masa depan bangsa dan agama ini jika mereka tidak mengenal dakwah..?
Selanjutnya sebagai bahan renungan kita pantas bertanya, seberapa banyak remaja saat ini yang sibuk dengan masjid jika dibandingkan dengan mereka yang sibuk dengan hura-hura dan jalan raya?  Tidak perlu dijawab dengan hitungan nominal, cukup perbandingan kasar saja, mana yang lebih banyak?
Saya kira jawaban kita akan sama. Ya.., itulah hasil hitungan kasar dakwah kita terhadap remaja saat ini. Cukuplah jawaban ini memaksa hati kita untuk prihatin dan seharusnya menggugah kita untuk tidak memandang mereka sebelah mata agar eksistensi dakwah masa depan tetap berlangsung.
Lantas, bagaimana kita menggaet mereka? Metode apa yang pantas untuk mendakwahi mereka? Insyaallah akan kita bahas dalam poin-poin berikut ini...

      METODE PALING TEPAT, ADAKAH..?
Boleh saja anda mengatakan, “Tidak ada metode yang paling tepat secara mutlak untuk mendakwahi remaja yang bisa diterapkan di segala kondisi.”
Pernyataan ini cukup logis, sebab dalam kenyataannya dinamika remaja senantiasa berubah sesuai dengan perubahan waktu, tempat, kultur dan lain sebagainya. Hal ini tentunya- menuntut penyesuaian metode juga, karena bisa jadi suatu metode sesuai untuk berdakwah di sebagian kondisi namun tidak layak di sebagian yang lain,… dan begitu seterusnya.
Kendati demikian,  hal ini tidak menutup kemungkinan untuk mencari metode yang sesuai dalam sebagian besar kondisi remaja, meskipun tidak dikatakan sesuai dalam segala kondisi. 
Salah satu metode dakwah yang cukup efektif untuk menggaet para remaja adalah metode diskusi dengan pendekatan emosi yang bisa mengimbangi dinamika psikologi mereka.
Alasannya cukup logis,

Pertama; Masa remaja merupakan masa transisi dari usia kanak-kanak menuju kematangan psikologi dewasa. Dalam rentang waktu ini mereka lebih cenderung aktif dan cenderung mencari jati diri. Sifat pemberani, sensitif, irasional, aktif dan mengedepankan ego merupakan salah satu ciri yang biasa menonjol pada mereka. Sifat ini tentunya akan mudah terkendali dengan jalur diskusi interaktif. Baik itu diskusi dalam forum formal maupun diskusi secara individu yang tentunya bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Di warung, di perempatan jalan, di masjid atau di mana saja kita berada.

Kedua; Secara syariat praktis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering kali mempraktekkan metode ini. Sebagai contohnya silakan simak hadis berikut,

Suatu ketika datang seorang pemuda menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, ijinkan saya berzina!”
Kemudian beliau mengatakan, “Mendekatlah kemari.” Setelah dia duduk dan mendekat kepada nabi shallalahu ‘alaihi wasallam, beliau bertanya, “Kamu rela tidak, jika ibumu dizinahi orang lain?” Dia menjawa, “Tidak.” Nabipun bertanya lagi, “Kamu rela saudarimu dizinahi orang lain?” Kembali dia menjawab, “Tidak.” Nabi bertanya lagi, “Kamu rela  bibimu dizinahi orang lain?” Lagi-lagi dia menjawab, “Tidak.”
Kemudian Rasulullah mengatakan, “Demikian juga orang lain, mereka tidak rela jika ibunya, saudarinya dan bibinya dizinahi orang lain.”
Selanjutnya nabi meletakkan tangannya di atas tubuh sang pemuda seraya berdoa, “Ya Allah, ampunkan dosanya, jernihkan hatinya serta jaga kehormatannnya.” Maka semenjak saat itu sang pemuda tidak pernah berkeinginan lagi untuk berzina. [HR. Ahmad: 5/256]

      PELAJARAN HADIS TERKAIT METODE DAKWAH REMAJA
Ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari hadis di atas terkait dengan metode dakwah kepada remaja, di antaranya;          
Pertama; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih metode diskusi dalam menghadapi kawula muda, sebab mereka bukan lagi anak-anak yang hanya tahu hitam-putih, akan tetapi sekarang mereka juga sudah tahu abu-abu. Mereka sudah bisa diajak berpikir. Justru dengan mendikte mereka sama artinya memancing mereka untuk bersikap frontal.
Dengan mengajak mereka berdiskusi tentang agama berarti mengajak mereka untuk menyalurkan kemampuan berpikirnya dalam mencari kebenaran. Dari sinilah mereka akan merasakan kepuasan, sebab seakan mereka mendapatkan taufiq dari Allah melalui pemikiran dan usaha yang telah mereka kerahkan.
Kedua; Metode pendekatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang luar biasa. Hal ini bisa kita saksikan dari berbagai sikap nabi, di antaranya;
1. Beliau tidak serta merta menjawab pertanyaannya, melainkan beliau berusaha semaksimal mungkin untuk menyamakan level terlebih dahulu. Buktinya beliau menyuruh sang pemuda untuk duduk setara, bahkan sangat dekat dengan nabi shallallahhu ‘alaihi wasallam. Lebih dari itu rasulullah meletakkan tangannya di atas tubuh sang pemuda sebagai bahasa tubuh yang mengisyaratkan keakraban.
Silakan anda bayangkan, tidak perlu muluk-muluk, bayangkan saja jika anda diperlakukan seperti itu oleh bapak presiden. Insyaallah anda akan mendapatkan kesan yang sangat menakjubkan. Ya, anda akan mendapatkan kesan ‘ISTIMEWA’.
2. Dari konteks pembicaraan di atas, kita bisa melihat bahwa sang pemuda bertanya kepada Rasulullah dengan mengedepankan ego (perasaan) sebagai seorang pemuda yang berada di puncak gejolak syahwatnya. Sadar akan hal ini, Rasulullah tidak menjawab dengan konfrontasi, melainkan beliau menjawab dengan ego (perasaan) pula. Makanya Beliau sama sekali tidak mengucapkan kata-kata celaan, malahan mengajak sang pemuda untuk memahami bagaimana perasaannya jika ia menjadi orang lain sebagai korban perzinaan. Dengan demikian, emosional yang tadinya meluap-luap menjadi lebih terkendali.
Tidak cukup sampai di situ, selanjutnya Rasulullah menutup diskusi dengan motivasi berupa doa yang mendongkrak semangat optimis. Dan anda bisa melihat sendiri bagaimana hasilnya. Tarbiyah yang luar biasa...
Itulah hebatnya berdiskusi dengan remaja serta melakukan pendekatan emosi dengan mereka.

     KENDALA DAN SOLUSI
Jalan dakwah bukanlah jalan tol bebas hambatan. Rintangan dan tantangan adalah bunga rampai penghias jalan ini, terlebih lagi jika audien dakwah adalah para remaja. Pasang surut dan dinamika yang tidak stabil adalah hal yang wajar. Berikut ini kita coba untuk mendeteksi sebagian kecil dari kendala yang ada untuk bersama kita cari solusinya.

      TANAMKAN PRINSIP UTAMA AGAMA
Masa remaja dikatakan sebagai masa mencari jati diri. Kecenderungan jiwa yang labil sering kali menjadi kendala dalam mendakwahi mereka. Pasang surut semangat serta goyah dalam pendirian merupakan hal yang biasa menimpa para remaja. Hal ini lebih dipengaruhi oleh faktor internal remaja tersebut, yaitu ideologi yang kurang kokoh. Akibatnya pola pikir menjadi plin-plan, dari situ pula terlahir sikap yang tidak istiqomah.
Solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menanamkan prinsip-prinsip dasar agama Islam terlebih dahulu sebelum mendakwahkan yang lainnya. Demikianlah yang diajarkan oleh Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau memulai dakwah dengan memperkokoh ideologi, menanamkan dasar-dasar tauhid serta pondasi-pondasi utama agama Islam. Sebagaimana beliau juga berpesan kepada para sahabat agar memulai dakwah dengan penanaman pondasi dasar Islam. Rasululullah berpesan kepada Muadz bin Jabal,
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى
“Wahai Muadz, hendaknya yang menjadi materi dakwahmu pertama kali adalah mengajak kepada tauhid..” [HR. Bukhari: 7372]
Dengan prinsip ini seorang remaja akan lebih mendapatkan keteguhan dalam beragama. Dari sinilah dia lebih mantap dalam bersikap.

IMAJINASI PENDEKATAN YANG TEPAT
“Ni.., perhatikan ya..! Jika ada yang mengatakan,
’Dek, aku bersumpah demi langit dan bumi, I  LUV U. Ciuuuuss..!! Suer.., brani disamber gledhek..!!’
Ini termasuk perbuatan syirik apa bukan?” tanya seorang ustadz kepada para audien yang rata-rata adalah para remaja.
Masa remaja adalah masa seseorang merasakan puncak gejolak pubertas. Wajar jika mereka sangat senang dengan materi kajian yang bertajuk “merah jambu”, dan cenderung kurang suka dengan obrolan seputar akidah, padahal akidah adalah materi prinsip yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Petikan dialog di atas merupakan salah satu trik untuk mengatasi kebosanan yang sering terjadi dalam diskusi agama. Dalam hal ini, meskipun sang ustadz sedang menyampaikan permasalahan akidah akan tetapi beliau sengaja memilih contoh-contoh realistis yang sering terjadi di kalangan remaja. Dengan demikian nuansa diskusi akan lebih hidup dan berwarna.
Hal serupa juga sering dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau sering memberikan contoh-contoh yang realistis dan memberikan perumpamaan-perumpamaan untuk menarik perhatian audien.

      OM GROGI VS EYANG “JAIM”
 “Nostalgia dg tmn lama, brsm seteguk wiski”
Status FB seorang preman muda ini cukup menarik perhatian seorang ustadz. Maka beliau pun berkomentar, “Eh.., sy ikut boleh gk?”
Ternyata dengan modal komentar ini akhirnya lambat laun keduanya menjadi akrab. Dari situlah akhirnya sang preman sedikit demi sedikit mau mendengarkan nasihat sang ustadz.
*******
Kendala yang seringkali menimpa para aktifis dakwah dalam berdakwah kepada para remaja adalah adanya jurang pemisah yang sangat dalam antara keduanya. Hal ini sering dilatarbelakangi oleh faktor internal para remaja yang merasa minder atau merasa hina di hadapan aktifis dakwah.
Hanya karena seorang remaja merasa hina dan minder lantaran sering berbuat maksiat, itu saja sudah cukup menjadi alasan untuk memilih menghindar sejauh-jauhnya dari para aktifis dakwah. Lalu bagaimana jadinya jika perasaan tersebut disambut sikap egois sang aktifis yang merasa sok suci.
Besarnya ambisi untuk ‘Jaga Image’ sering kali membuat seorang aktifis merasa tidak mau berdampingan dengan para remaja tersebut. Lebih parah lagi, jika sang aktifis berusaha melegalkan ambisinya ini dengan berbagai alasan semu yang akhirnya semakin menjauhkan dirinya dari objek dakwah.
Memang benar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita untuk mencari teman yang buruk, namun dalam hal ini kita perlu membedakan antara menjadikan seseorang sebagai teman dan sebagai obyek dakwah, sebab keduanya memiliki hukum yang berbeda.
Metode pendekatan memang sangat dibutuhkan oleh seorang aktifis dakwah. Kita lihat petikan status FB di atas. Hanya dengan beberapa patah kata saja, sang ustadz mencoba sedikit low profile, namun hasilnya bisa diacungi jempol.
Lebih jelas lagi, jika kita memperhatikan perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam niscaya kita juga akan mendapati beliau adalah seorang da’i yang bersahabat, low profile. Bahkan beliau juga sering bercanda dengan anak-anak. Sehingga wajarlah jika para sahabat  baik yang muda maupun yang tua, yang besar maupun yang kecil, merasa akrab dengan beliau.

Sikap yang serupa juga dipraktekkan oleh para ulama. Salah satu cerita yang menarik adalah kisah imam Abu Hanifah dengan seorang preman muda. Konon ada seorang remaja yang bertetangga dengan imam Abu Hanifah. Hampir setiap malam anak  ini meneguk minuman keras, hingga jika tiba saatnya ‘fly’ dia bersenandung,
أضَــاعُونــِي وَأَيَّ فَــتىً أَضَـــــــاعُوا   لِيَـــــــــوْمٍ كَرِيْــــهَـــــةٍ وَسَــــدَادِ ثُـــغْــــــرٍ
Mereka menelantarkanku, tidak tahukah siapa pemuda yg ditelantarkan…
            dialah pemuda yang sengaja berjaga di perbatasan di hari yang menakutkan...
Suatu hari  Imam Abu hanifah yang terbiasa bangun malam merasa heran karena tidak lagi mendengar senandung itu. Karena penasaran beliaupun berusaha mencari, hingga beliau mendengar berita bahwa dia terjaring razia petugas keamanan.
Mendengar berita itu imam Abu Hanifah bergegas menemui amirul mu’minin ‘Isa bin Musa untuk mengajukan grasi. Permohonan imam Abu Hanifah dikabulkan oleh amirul mukminin  sehingga sang pemuda dibebaskan dari penjara.
Ketika sang pemuda keluar dari penjara, imam Abu Hanifah memanggilnya. Beliau bertanya, “Wahai anak muda! Memangnya kami menelantarkanmu ya?” Sang pemuda menjawab, “Demi Allah, tidak! Bahkan sebenarnya Anda telah menjaga dan memperhatikanku. Demi Allah, saya berjanji tidak akan minum khamer selamanya. Semoga Allah membalas kebaikan Anda.

Unik memang. Ulama’ sekaliber Imam Abu Hanifah, di tengah-tengah kesibukannya masih saja beliau menyempatkan diri untuk sedikit merendah hanya sekedar untuk memberikan perhatian kepada seorang pemabuk. Padahal ketika itu masyarakat menganggapnya tak lebih dari sampah yang pantas untuk dijauhi. Namun demikian sang imam tidak merasa canggung untuk sedikit mengakrabinya. Dan hasilnya pun subhanallah…

     MEMUTAR RODA ORGANISASI DAKWAH
Lingkungan merupakan faktor eksternal yang sangat berperan dalam membentuk kepribadian remaja. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para aktifis dakwah untuk mendakwahi mereka, terutama remaja yang tumbuh di lingkungan yang kurang mendukung, atau mungkin lingkungannya  justru cenderung menentang.
Sekedar mengikuti kajian sepekan sekali tentu jauh dari kata cukup, terlebih jika durasi kajian hanya satu atau setengah jam saja (tapi bisa saja dikatakan mending, daripada tidak sama sekali).
Membentuk komunitas adalah salah satu solusi yang pantas untuk di coba. Baik berupa organisasi, lembaga atau sekedar komunitas biasa. Dengan adanya komunitas ini, para remaja lebih mudah untuk menemukan teman yang sesuai. Dari situ mereka akan saling mengontrol satu sama lain dan saling menasehati satu sama lain. Dari organisasi pula, seorang pemuda jadi lebih mudah dalam mencari solusi serta teman CURHAT. Dengan demikian, pengaruh lingkungan yang kurang baik bisa dicounter.
Hanya saja, ada satu hal yang perlu diperhatikan oleh aktifis yang ingin melibatkan para remaja dalam organisasi, jangan sampai membangun loyalitas Islam atas dasar organisasi tersebut. Dalam artian menganggap persaudaraan Islam hanya sebatas pengikut organisasi tersebut, sedangkan orang di luar organisasinya adalah musuh.
Organisasi seperti inilah yang diistilahkan oleh para ulama dengan sebutan “Hizbiyah”. Inilah organisasi yang dicela oleh Allah ta’ala lantaran serupa dengan perbuatan orang musyrik yang begitu getol membanggakan kelompok masing-masing. Allah berfirman,
...وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ( ) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“… dan janganlah kamu Termasuk orang-orang musyrik, Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa kelompok. Tiap-tiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada kelompok mereka.” (QS. Ar Rum: 31-32)

     GAPTEK ITU JELEK
Musuh-musuh Islam tidak akan pernah berhenti memerangi dakwah ini. Andaipun mereka belum mampu memerangi kaum muslimin secara keseluruhan, setidaknya mereka terus menerus melancarkan perang pemikiran melalui berbagai macam jaringan komunikasi. Dari situlah generasi Islam disuapi berbagi pemikiran yang mengalihkan dari jalan dakwah.
Perkara ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab di zaman sekarang ini remaja mana yang tidak kenal internet. Bahkan seakan dunia berada di genggaman mereka. Hanya dengan beberapa sentuhan screen saja mereka bisa mengakses berbagai macam pemikiran. Belum lagi berbagai jejaring sosial yang mereka ikuti 24 jam non stop, seakan menjadi guru pembentuk ideologi mereka.
Pada hakekatnya perkembangan teknologi dan komunikasi tidak menjadi masalah bagi para aktifis dakwah. Bahkan ini menjadi satu poin emas bagi para aktifis dakwah yang bisa mengikuti perkembangan teknologi. Dari situ dia bisa memenuhi jaringan yang ada dengan berbagai referensi dakwah. Atau bisa juga melakukan recruitment dengan berbagai jejaring sosial, atau setidaknya bisa menambah jalinan komunikasi sesama aktifis.
Yang menjadi masalah adalah tatkala para aktifis dakwah gagap teknologi. Alih-alih mau memenuhi dunia maya dengan berbagai literatur Islam, mengenal DUMAYpun tidak. Lantas bagaimana bisa maksimal mengcounter pemikiran-pemikiran yang menyerang para generasi muda melalui DUMAY.
Oleh karena itu sudah sepantasnya para aktifis dakwah juga mengenal teknologi komunikasi. Dari situ mereka bisa mengembangkan dakwahnya terutama kepada para remaja, sebab hampir semua remaja sangat akrab dengan internet. Sebagaimana dulu nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kepada sebagian sahabatnya untuk mempelajari bahasa Ibrani untuk mengcounter pemikiran-pemikiran ahli kitab.

FAFAKTOR “X” YANG TAK TERDUGA
Seberat apapun tantangan dalam berdakwah kepada para remaja, mungkin saja masih bisa untuk ditahan dan diusahakan mencari solusinya.
Akan tetapi kita juga mesti sadar, hidayah berada di tangan Allah. Sejauh apapun kita berusaha, tetaplah seluruh hasil berada di tangan Allah. Itulah faktor ghaib yang terkadang berada di luar jangkauan akal manusia. Betapa banyak kader yang kita banggakan ternyata berakhir dengan kenistaan, dan tak jarang pula orang yang konon menghalangi justru kini melindungi.
Di situlah pentingnya kita mendoakan para remaja yang menjadi audien dakwah kita. Sebab, kita tidak bisa memaksakan kehendak Allah ta’ala. Akan tetapi setidaknya Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam  mengatakan,
لَا يَرُدُّ القَدَرَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزيدُ فِي العُمْرِ إلَّا البِرُّ
“Tidak ada yang menolak takdir selain doa dan tidak ada yang menambah umur selain perbuatan baik” [H.R. Ibnu Hiban dan Hakim]
Jika kita sudah mulai aktif berdakwah kepada para remaja, selanjutnya silakan bertanya kepada diri kita masing-masing. Seberapa banyak kita telah mendoakan mereka? Atau setidaknya pernahkah kita menyebut nama mereka dalam doa kita?
 Sedangkan Rasulullah sallallhu ‘alaihi wasallam meskipun sudah mengerahkan seluruh daya upayanya untuk berdakwah, beliau masih tetap mendoakan obyek dakwah yang konon sangat menentang beliau. Salah satu doa beliau adalah,
اللَهُمَّ أَعِزِّ الإِسْلَامَ بِأَحَبِّ الرَجُلَينِ إِلَيكَ: بِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ أَوْ بِأَبِي جَهْلِ بْنِ هِشَام
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang yang lebih engkau cintai; Umar bin Khathab atau Abu Jahel bin Hisyam.[H.R. Tirmidzi; 3681]
Ternyata Allah ta’ala memilih Umar bin Khathab sebagai orang yang Dia cintai hingga Allah ridha beliau menjadi salah satu pelopor kejayaan Islam.

KEKESIMPULAN DAN HARAPAN
Sebagai penutup, satu hal yang perlu digarisbawahi bahwasanya metode dakwah sangat banyak. Silakan memilih sesuai dengan kondisi yang ada, asalkan tidak keluar dari koridor syariat. Metode diskusi dengan pendekatan psikologi hanyalah satu dari sekian banyak metode, hanya saja barang kali itu adalah metode yang paling banyak bersesuaian dengan kondisi para remaja.
Selanjutnya teori metode tanpa aplikasi tidaklah berarti, justru usaha praktis itulah yang sangat berperan. Kemudian lanjutkan usaha dakwah dengan doa dan pasrah kepada Yang di atas langit. Dialah yang akan menentukan hasilnya. Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq. Wallahu a’lam. Walhamdulillahi rabbil’alamin.

REFERENSI

[1] Hadis ini dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam silsilah As Shahihah: 370.
[2]  Sebagaimana diisyaratkan dalam sebuah hadis bahwa teman yang baik bagaikan penjual minyak wangi, sedangkan teman yang buruk bagaikan pandai besi.  Hadis ini diriwayatkan  oleh Imam Bukhari: 5534 dan Muslim: 2628.
[3] Di antaranya adalah kisah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wsallam yang mencoba menghibur seorang  anak kecil yang saat itu sedang bersedih karena ditinggal mati Nughair,burung kesayangannya. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 6129 dan Muslim:2150
[4] Al Yusi, Alhasan bin Mas’ud. (1981). Zahrul Ahkam Fil Amtsal wal Hikam. Pustaka Tsaqafah: Maroko. (3/118)
[5] Di antaranya adalah perintah beliau kepada Zaid bin Tsabit. Sebagaimana diriwayatkan imam Bukhari di dalam Shahihnya: 7195
[6] Hadis ini dinilai hasan oleh syaikh Albani dalam shahih targhib wa tarhib (1638)
[7] Hadis ini dinilai shahih oleh syakh Albani dalam shaih sunan tirmidzi (2907)
[8] http://watuleterku.blogspot.co.id/2014/05/berdakwah-kepada-remaja.html
[9] http://www.republika.co.id/berita/koran/khazanah-koran/15/02/20/nk28we12-dakwah-untuk-kaum-muda-harus-kreatif
[10]Drs. Samsul Munir Amin, M.A,Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam,Jakarta, 2008 hal. 3
[11]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[12]Lihat Drs. Wahidin Saputra,M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1
[13]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal. 1-2
[14]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011
[15]Drs. Wahidin Saputra, M.A,Pengantar Ilmu Dakwah,Jakarta, 2011 hal 4-5
[16]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,
[17]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,hal 45-46
[18]Jum’ah Amin Abdul Aziz,Fiqih Dakwah; studi atas berbagai prinsip dan kaidah yang harus dijadikan acuan dalam dakwah islamiah,Solo, 2011,[10]Lihat


Hubungan akhlak dan tasawuf

hubungan akhlak dan tasawuf
Tasawuf dan akhlak merupakan  disiplin  ilmu dalam islam yang sangat erat sekali hubungannnya, dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. karena ketika kita membicarakan akhlak aspek tasawuf tidak bisa dilepaskan.  Demikian sebaliknya jika tasawuf dibincangkan maka akhlak Menjadi hal utama yang harus bahas. Untuk mengetahui seberapa pentingkah hubungan akhlak dengan tasawuf mungkin kita dapat mengkaji pendapat-pendapat ulama sebagai berikut.

Akhlak adalah pangkal permulaan tasawuf sedangkan tasawuf  batas akhir dari akhlak.

Begitu juga halnya yang dikemuakakakan oleh Al-kattany yang telah dikemukakan oleh al-Ghazali yang meyatakan hubungan akhlak dan tasawuf  yang dinyatakan dalam perkataannya

  tasawuf itu adalah budi pekerti, barang siapa yang menyiapkan bekal atasmu dalam budi pekerti, maka berarti ia menyiapkan bekal atas dirimu dalam bertasawuf.

Pengalaman tsawuf yang dilakukan para sufi telah memberikan kesan kepada kita, bahwa tasawuf  merupakan ajaran yang meruang lingkup kepada hubungan transenden; yang berarti hubungan hamba allah dan tuhannya, hal ini telah diperkuat oleh pendapat Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi, yang mengemukakan beberapa prinsip-prinsip ajaran taawuf, sebagaimana yang telah dikatakannya;

Prinsip-prinsip tasawuf  ada lima; yaitu taqwa kepada allah mengikuti sunnah, menahan diri, rela dan bertaubat.

Selanjutnya  pekerjan Taqwa yang dilakukan oleh para sufi membentuk sifat wara’ dan istiqamah. Mengikui Sunnah dalam perkataan maupun perbuatan akan membentuk perilaku yang berakhlak mulia. Menahan diri dari hal-hal yang bersifat sementara(Al-‘irad), akan membentuk dirinya selalu sabar dan bertawakal. Bersikap rela (Ridla) dari pemberian allah yang kadang relative sedikit atau banyak, membentuk dirinya bersikap Qana’ah dan lapang dada.  Bertaubat kepada allah yang dilakukan baik dengan cara terang-terangan maupun rahasia, dilakukan pada saat senang maupun susah, sehingga dapat membentuk dirinya berkepribadian yang suka bersyukur ketika mendapat kesenangan dan bersabar ketika mendapat kesusahan.

Dari kelima prinsip  yang dikemukakan syekh  Muhammad  Imam Kurdiahlah  dapat diambil kesimpulan bahwa tasawuf hanya berupa transendel ( hubungan hamba dan allah semata). Sementara   akhlak lebih luas lagi yaitu yang mencakup hubungan manusia dengan seorang allah dan hubungan manusia dan sesame makhluk,.

Pengertian Akhlak

1. Pengertian Akhlaq. Secara etimologis ahkhlaq adalah bentuk jamak dari khuluq yang artinya budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabiat.
Pengertian akhlaq secara istilah menurut :

a) Imam Ghozali :

Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan.

b) Ibnu Maskawaih :

akhlaq adalah gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan pikiran.

c) Menurut Ahmad Amin :

Khuluq (akhlaq) adalah membiasakan kehendak

Dari berbagai definisi diatas, definisi yang disampaikan oleh Ahmad Amin lebih jelas menampakkan unsur yang mendorong terjadinya akhlaq yaitu : kebiasaan dan iradah : kehendak

Pengertian tasawuf

Pengertian Tasawuf
Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam,

Socrates

Socrates (Yunani: Σωκράτης, Sǒcratēs) (469 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato, dan Plato pada gilirannya juga mengajar Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak pernah meninggalkan karya tulisan apapun sehingga sumber utama mengenai pemikiran Socrates berasal dari tulisan muridnya, Plato.

Musium linggarjati